6 Pakaian Adat Yogyakarta | Budaya Indonesia - Yogyakarta memiliki beragam adat istiadat yang unik dan berbeda dari daerah lainnya di Indonesia. Salah satu keunikan yang dimiliki oleh Provinsi Yogyakarta adalah pakaian tradisional atau baju adat nya.
Keunikan baju adat Yogyakarta selain dari bentuk bajunya juga atas penggunaannya. Bahwa masyarakat Yogyakarta memiliki setidaknya 6 baju adat yang digunakan oleh kaum pria dan wanita dewasa, remaja dan anak-anak. Selain itu ada baju adat yang khusus digunakan pada acara tertentu saja disamping penggunaan baju adat Yogyakarta sehari-hari.
Orang jawa khususnya masyarakat Yogyakarta memiliki pepatah yang menjadi pedoman hidup mereka yaitu "ajining diri saka lati, ajining raga saka salira" yang berarti jiwa dan raga harus mendapatkan perhatian yang serius agar mendapat penghormatan dari pihak lain. Oleh sebab itu diantara ajining raga adalah memperhatikan adab dalam berpakaian. Dan berikut ini, TradisiKita akan mencoba merangkum 6 baju adat Yogyakarta yang perlu kita ketahui bersama :
Pada umumnya, pakaian / baju adat laki-laki dewasa di Jogja adalah mengenakan surjan serta kebawahan berupa kain batik atau yang disebut jarik. Penggunaan Blankon (penutup kepala) juga menjadi keharusan pada saat penggunaan pakaian / baju surjan. Selain blankon, lelaki dewasa Yogyakarta juga menggunakan alas kaki berupa sendal / selop.
Wanita dewasa di Yogyakarta menggunakan pakaian adat berupa kebaya dengan bawahan kain batik/jarik. Ciri khas lainnya adalah tatanan rambut yang disanggul / konde. Bahan kain yang dipakai untuk pembuatan pakaian adat yogyakarta antara lain berasal dari bahan katun, bahan sutera, kain sunduri, nilon, lurik, atau bahan-bahan estetis. Teknik pembuatannya ada yang ditenun, dirajut, dibatik, dan dicelup. Sementara untuk kebaya sendiri kebanyakan menggunakan bahan beludru, brokat, atau sutera.
Baju adat Yogyakarta yang diperuntukkan bagi anak laki-laki dikenal dengan nama kencongan. Kencongan yang dikenakan oleh anak laki-laki ini terdiri dari kain batik yang dikenakan dengan baju surjan, lonthong tritik, ikat pinggang berupa kamus songketan dengan cathok terbuat dari suwasa (emas berkadar rendah). Sementara untuk pakaian keseharian terdiri dari baju surjan, kain batik dengan wiru di tengah, lonthong tritik, kamus songketan, timang, serta mengenakan dhestar sebagai tutup kepala.
Keunikan baju adat Yogyakarta selain dari bentuk bajunya juga atas penggunaannya. Bahwa masyarakat Yogyakarta memiliki setidaknya 6 baju adat yang digunakan oleh kaum pria dan wanita dewasa, remaja dan anak-anak. Selain itu ada baju adat yang khusus digunakan pada acara tertentu saja disamping penggunaan baju adat Yogyakarta sehari-hari.
Orang jawa khususnya masyarakat Yogyakarta memiliki pepatah yang menjadi pedoman hidup mereka yaitu "ajining diri saka lati, ajining raga saka salira" yang berarti jiwa dan raga harus mendapatkan perhatian yang serius agar mendapat penghormatan dari pihak lain. Oleh sebab itu diantara ajining raga adalah memperhatikan adab dalam berpakaian. Dan berikut ini, TradisiKita akan mencoba merangkum 6 baju adat Yogyakarta yang perlu kita ketahui bersama :
1. Pakaian Adat Yogyakarta untuk Laki-Laki Dewasa
Pada umumnya, pakaian / baju adat laki-laki dewasa di Jogja adalah mengenakan surjan serta kebawahan berupa kain batik atau yang disebut jarik. Penggunaan Blankon (penutup kepala) juga menjadi keharusan pada saat penggunaan pakaian / baju surjan. Selain blankon, lelaki dewasa Yogyakarta juga menggunakan alas kaki berupa sendal / selop.
2. Pakaian Adat Yogyakarta untuk Wanita Dewasa
Wanita dewasa di Yogyakarta menggunakan pakaian adat berupa kebaya dengan bawahan kain batik/jarik. Ciri khas lainnya adalah tatanan rambut yang disanggul / konde. Bahan kain yang dipakai untuk pembuatan pakaian adat yogyakarta antara lain berasal dari bahan katun, bahan sutera, kain sunduri, nilon, lurik, atau bahan-bahan estetis. Teknik pembuatannya ada yang ditenun, dirajut, dibatik, dan dicelup. Sementara untuk kebaya sendiri kebanyakan menggunakan bahan beludru, brokat, atau sutera.
3. Baju Adat Anak Laki-Laki Yogyakarta
Baju adat Yogyakarta yang diperuntukkan bagi anak laki-laki dikenal dengan nama kencongan. Kencongan yang dikenakan oleh anak laki-laki ini terdiri dari kain batik yang dikenakan dengan baju surjan, lonthong tritik, ikat pinggang berupa kamus songketan dengan cathok terbuat dari suwasa (emas berkadar rendah). Sementara untuk pakaian keseharian terdiri dari baju surjan, kain batik dengan wiru di tengah, lonthong tritik, kamus songketan, timang, serta mengenakan dhestar sebagai tutup kepala.
4. Pakaian Adat Yogyakarta untuk Anak Wanita
Baju adat untuk anak perempuan di Yogyakarta disebut dengan Sabukwala Padintenan. Baju adat ini berbentuk jarik / kain batik bermotif parang, ceplok, atau gringsing, baju katun, ikat pinggang kamus yang dihiasi dengan hiasan bermotif flora atau fauna, memakai lonthong tritik, serta mengenakan cathok dari perak berbentuk kupu-kupu, burung garuda, atau merak. Ditambahkan pula penggunaan perhiasan dari subang, kalung emas dengan liontin berbentuk mata uang (dinar), gelang berbentuk ular (gligen) atau model sigar penjalin sebagai pelengkap. Bagi yang berambut panjang tatanan rambutnya dibuat model kone atau disanggul.
Selain baju adat Yogyakarta yang disebutkan diatas, masih terdapat baju adat yang khusus digunakan oleh Keraton. Pakaian Adat Yogyakarta yang khusus digunakan oleh lingkungan keraton terdiri dari pakaian abdi dalem punokawan dan pakaian pejabat keraton / abdi dalem keprajan .
Dalam sistem pemerintahan di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat terdapat abdi dalem yang membantu Sultan dalam kegiatan operasional di Kraton. Abdi dalem di kraton terdiri dari 2 yaitu abdi dalem keprajan dan abdi dalem punokawan. Abdi dalem keprajan yaitu abdi dalam yang bertugas di dinas/instansi pemerintahan sedangkan abdi dalem punokawan bertugas hanya di kraton saja.
Berikut ini penjelasan mengenai pakaian / baju adat keraton Yogyakarta :
Abdi dalem adalah seluruh pegawai atau karyawan keraton, yang umumnya tinggal di sekitar keraton. Pakaian mereka terdiri dari dua macam, yakni Sikep Alit dan Langenarjan.
Baju adat yang disebut dengan Sikep Alit terdiri dari kain batik sawitan, baju hitam dari bahan laken (dengan kancing dari tembaga atau kuningan yang disepuh emas, berjumlah 7 hingga 9 buah), penutup kepala destar, keris model gayaman (diletakan di peinggang sebelah kanan belakang), selop hitam, topi pet hitam dengan pasmen emas. Pakaian model ini dikenakan untuk keperluan sehari-hari.
Sedangkan Langeran merupakan seperangkat pakaian dengan perlengkapan kain batik, baju bukakan yang yang dibuat dari bahan laken warna hitam, kemeja putih dengan kerah model berdiri, destar sama dengan model pakaian Sikepan Alit, keris model ladrangan atau gayman, dipakai di pinggang sebelah belakang kanan, dasi berwarna putih model kupu-kupu, serta selop berwarna hitam. Jenis pakaian ini pada umumnya dikenakan pada waktu malam untuk menghadiri suatu pertemuan dan jamuan makan malam dalam satu pesta khusus.
Secara umum pakaian Ageng merupakan seperangkat pakaian adat yang berupa model jas laken berwarna biru tua dengan kerah model berdiri, serta dengan rangkapan sutera berwarna biru tua, yang panjangnya mencapai bokong, lengkap dengan ornamen kancing-kancing bersepuh emas. Celananya sendiri berwarna hitam. Topi yang dikenakan terbuat dari bahan laken berwarna biru tua, dengan model bulat-panjang, dengan tinggi 8 cm.
Namun demikian pakaian adat atau baju ageng ini memiliki beberapa ornamen yang berbeda berdasarkan jabatan atau fungsi di Keraton, sebagaimana penjelasan berikut ini :
Referensi :
Dalam sistem pemerintahan di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat terdapat abdi dalem yang membantu Sultan dalam kegiatan operasional di Kraton. Abdi dalem di kraton terdiri dari 2 yaitu abdi dalem keprajan dan abdi dalem punokawan. Abdi dalem keprajan yaitu abdi dalam yang bertugas di dinas/instansi pemerintahan sedangkan abdi dalem punokawan bertugas hanya di kraton saja.
Berikut ini penjelasan mengenai pakaian / baju adat keraton Yogyakarta :
1. Pakaian untuk Abdi Dalem
Abdi dalem adalah seluruh pegawai atau karyawan keraton, yang umumnya tinggal di sekitar keraton. Pakaian mereka terdiri dari dua macam, yakni Sikep Alit dan Langenarjan.
Baju adat yang disebut dengan Sikep Alit terdiri dari kain batik sawitan, baju hitam dari bahan laken (dengan kancing dari tembaga atau kuningan yang disepuh emas, berjumlah 7 hingga 9 buah), penutup kepala destar, keris model gayaman (diletakan di peinggang sebelah kanan belakang), selop hitam, topi pet hitam dengan pasmen emas. Pakaian model ini dikenakan untuk keperluan sehari-hari.
Sedangkan Langeran merupakan seperangkat pakaian dengan perlengkapan kain batik, baju bukakan yang yang dibuat dari bahan laken warna hitam, kemeja putih dengan kerah model berdiri, destar sama dengan model pakaian Sikepan Alit, keris model ladrangan atau gayman, dipakai di pinggang sebelah belakang kanan, dasi berwarna putih model kupu-kupu, serta selop berwarna hitam. Jenis pakaian ini pada umumnya dikenakan pada waktu malam untuk menghadiri suatu pertemuan dan jamuan makan malam dalam satu pesta khusus.
2. Pakaian Untuk Pejabat Keraton
Baju adat yang dikenakan oleh pejabat keraton yang sedang dalam tugas disebut dengan baju ageng.Secara umum pakaian Ageng merupakan seperangkat pakaian adat yang berupa model jas laken berwarna biru tua dengan kerah model berdiri, serta dengan rangkapan sutera berwarna biru tua, yang panjangnya mencapai bokong, lengkap dengan ornamen kancing-kancing bersepuh emas. Celananya sendiri berwarna hitam. Topi yang dikenakan terbuat dari bahan laken berwarna biru tua, dengan model bulat-panjang, dengan tinggi 8 cm.
Namun demikian pakaian adat atau baju ageng ini memiliki beberapa ornamen yang berbeda berdasarkan jabatan atau fungsi di Keraton, sebagaimana penjelasan berikut ini :
- Pakaian bupati bertitel pangeran diberi plisir renda emas lugas lebar 1 cm, dipasang secara teratur di tepi kerah. Pada semua bagian tepi jas diberi hiasan renda dengan bordiran motif bunga padi.
- Pakaian bupati bertitel adipati “song-song jene” (payung kuning) mirip pakaian bupati bertitel pangeran, hanya terdapat sedikit hiasan bordiran pada bagian bawah kerah tidak melingkar secara penuh, tetapi ada jarak sekitar 8 cm.
- Pakaian bupati bertitel adipati mirip pakaian adipati “song-song jene”. Perbedaannya terletak pada hiasan bordiran pada bagian bawah kerah.
- Pakaian bupati bertitel temanggung seperti pakaian adipati, dengan perbedaan pada bordiran sebelah bawah, yang panjangnya hanya 2/3 dari ukuran lingkaran jas.
- Pakaian patih seperti pakaian tumanggung, tetapi bordiran di bagian depan panjangnya sampai 3 ½ cm sampai bagian bawah kancing.
- Pakaian kepala distrik (wedana) mirip pakaian patih, tetapi dengan bordiran bagian depan dan bagian belakang dan ujung lengan hanya 2 cm lebarnya dari plisir.
- Pakaian kepala onder distrik (asisten wedana), mirip pakaian patih, tetapi bordiran bagian depan dan bagian belakang dan ujung lengan hanya 2 cm lebarnya dari plisir.
- Pakaian mantri polisi seperti pakaian kepala onder distrik, tetapi tana plisir di bagian depan dan tanpa bordiran bunga padi pada bagian kerahnya.
Referensi :
- https://fitinline.com/article/read/6-ragam-pakaian-adat-tradisional-yogyakarta/
- http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/979/pakaian-adat-d-i-yogyakarta
- https://dejogjaku.blogspot.co.id/
0 comments